Juangnoesantara.blogspot.com

no copas

Pages

Kamis, 19 Juni 2014

FENOMENA PENDIDIKAN : PPG

FENOMENA PENDIDIKAN :
DILEMA MENJADI SEORANG GURU DAN PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI GURU (PPG) BAGI SARJANA KEPENDIDIKAN
Oleh Bung RF

Pendidikan pada hakekatnya adalah usaha membudayakan manusia atau memanusiakan manusia, pendidikan amat strategis untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan diperlukan guna meningkatkan mutu bangsa secara menyeluruh. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. 
Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia merupakan suatu sistem pendidikan nasional yang diatur secara sistematis. Seperti yang tercantum pada UU No.20 Tahun 2003, Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Indonesia, Negara dengan jumlah penduduk sekitar dua juta lebih dengan keanekaragaman adat istiadat, kepercayaan, budaya dan karakteristik yang berbeda-beda. Sebagai Negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia menghadapi masalah yang sangat kompleks. Khususnya dalam bidang pendidikan. Pada praktiknya, kualitas pendidikan di Indonesia dinilai masih rendah jika dibanding dengan negara-negara lain, sebagai contoh di kawasan Asia Tenggara saja, seperti Malaysia, Singapura, bahkan Brunai Darussalam. Selain itu masalah besar yang dihadapi Indonesia seperti belum meratanya pendidikan di seluruh pelosok wilayah Negara kesatuan republik Indonesia, sarana dan prasarana pendidikan yang masih minim di seluruh negeri, juga pudarnya moral dan akhlak anak Indonesia yang semakin hari semakin menjadi. Hal itu dipengaruhi oleh banyak sebab, seperti luasnya wilayah Negara Indonesia yang terpisah-pisah dalam gugusan kepulauan, pendidikan karakter yang terabaikan, pendidikan moral dan agama yang masih sangat kurang, dan berbagai macam penyebab dan pengaruh dari intern maupun ekstern lainnya.
Sebagai mahasiswa pendidikan secara umum dan sebagai mahasiswa sejarah pada  khususnya, tentu miris dan prihatin melihat fenomena pendidikan di Indonesia yang ada sekarang ini. Kita lihat banyak anak-anak di pelosok negeri harus berjuang menentang maut, menempuh jarak berkilo-kilo meter, segala medan yang sulit ditempuh hanya untuk dapat bersekolah. Dilain sisi anak-anak di daerah yang mendapat akses pendidikan sangat memadai malah berlaku atau melakukan tindakan-tindakan yang tak bermoral dan tidak mencerminkan sebagai orang yang berpendidikan. Seperti tawuran, bolos sekolah, meminum minum-minuman keras, berzina dan lain sebagainya, Sungguh ironi, seperti dua mata uang logam yang berbanding terbalik. Apakah pendidikan ini yang dicita-citakan? Lalu apa sebobrok itukah gambaran pendidikan kita sekarnag ini?. Ya mungkin saja. Kita tidak memungkiri bahwa sistem pendidikan kita yang morat-marit sebagai salah satu penyebab dari ketidak tercapainya secara menyeluruh dan maksimal hasil pendidikan yang selama ini dijalankan.
Dalam dunia pendidikan peran seorang guru sangat vital. Dimana seorang guru mempunyai tanggung jawab untuk mengarahkan, membimbing, menjadi contoh, dan mentransfer ilmu dengan baik dan maksimal. Sehingga dengan demikian diharapkan dapat mencetak murid-murid yang berkualitas dan selaras dengan tujuan pendidikan. Oleh karena itulah tugas guru disini sangat berat, karena harus menyelamatkan generasi masa depan dari kebutaan dan mencerdaskan kehidupan bangsa untuk mewarnai keadaan bangsa yang akan datang serta menghasilkan calon pemimpin-pemimpin bangsa yang bertanggung jawab dan bermoral.
Masyarakat selalu menyorot guru sebagai orang yang paling bertanggung jawab dalam dunia pendidikan. Guru diharapkan menyandang sifat-sifat manusia yang handal kualitasnya secara keseluruhan. Hal ini dilatarbelakangi oleh pandangan bahwa guru yang berkualitas diharapkan dapat membentuk siswa yang juga berkualitas. Tetapi harus di ingat pula, bahwa guru berasal dari LPTK semacam IKIP(sekarang sudah banyak yang menjadi universitas). Kalau kita mau amati, tidak sedikit orang yang menganggap bahwa LPTK adalah pilihan terakhir atau alternatif aman sebagai pilihan dari ketidakmampuan masuk ke jenjang non-kependidikan. Dan masyarakat tampaknya sudah mempunyai suatu pandangan untuk  melarang anaknya masuk IKIP lebih-lebih anak yang prestasinya baik. Bukankah semua ini merupakan suatu ketidaksinkronan/kepincangan? Di satu sisi masyarakat mengharapkan kualitas seorang guru akan tetapi di sisi lain tidak mendukung pembentukan bibit guru yang berkualitas. Karena biasanya guru yang berkualitas berasal dari siswa yang juga berprestasi. Walaupun siswa berprestasi bukan jaminan menjadi sosok yang berkualitas mengingat kriteria kualitas tidak hanya diambil dari prestasi nilai kognitifnya saja.
Kemudian yang masih hangat baru-baru ini, munculnya program PPG (Pendidikan Profesi Guru). Pendidikan profesi guru merupakan sebuah program baru dari kementerian pendidikan dan kebudayaan. Kebijakan ini dikeluarjan dengan tujuan guna meningkatkan kompetensi tenaga pendidik. Selain itu, berdasarkan UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 10 ayat (1), seorang diwajibkan mengantongi sertifikat pendidik yang didapat melalui penddikan profesi. Selanjutnya berdasarkan Permendikbud No. 87 tahun 2013 Pasal 4 ayat (1), sertifikat pendidik diperoleh melalui PPG. Dalam Pasal yang 6 peraturan sama, disebutkan jika kualifikasi pesera PPG berasal dari sarjana strata satu baik dari sarjana pendidikan maupun non-kependidikan yang serumpun.
Hal yang masih menjadi perdebatan, dan sering dilontarkan oleh kubu yang menolak program ini (khususnya mahasiswa sarjana kependidikan) sebagia berikut. Pertama, mengapa seorang sarjana kependidikan harus mengikuti PPG? Memang seorang guru seperti yang tercantum dalam SISDIKNAS merupakan tenaga pendidik professional sehingga harus mengikuti penididkan profesi. Yang menjadi pertanyaan, lantas unuk apa seorang sarjana kependidikan harus menempuh pendidikan di Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) selama bertahun-tahun jika ujung-ujungnya harus ikut PPG ?. Kurikulum PPG pada dasarnya juga hanya mengulang materi yang ada dalam kurikulum jurusan kependidikan di LPTK. Ini dinilai merupakan sebuah pemborosan dari segi waktu, tenaga, dan biaya.
Kedua, salah satu dasar argumentasi pelaksanaan PPG ini adalah rendahnya kompetensi guru yang telah ada. Padahal permasalahan rendahnya kualitas pendidikan ini tidak serta merta dapat diatasi melalui PPG. Alangkah lebih baik jika peningkatan kualitas pendidik ini dilakukan dengan perbaikan kurikulum di LPTK tanpa harus membuat program baru. Apalagi fakta bahwa adanya kesamaan kurikulum PPG dengan sejumlah mata kuliah pada jenjang strata satu kependidikan, maka argumen ini patut dipertanyakan.
Ketiga, secara biaya PPG ini ternyata membutuhkan dana yang tidak sedikit. Biaya tersebut ditentukan oleh LPTK penyelenggara PPG. Hal ini tentunya menambah beban lagi bagi mahasiswa terlebih mahasiswa kurang mampu. Jika dilihat lebih lanjut, hal ini merupakan dampak dari komersialisasi pendidikan yang membebankan biaya operasional kampus kepada kampus yang bersangkutan, sehingga kampus berusaha mencari sumber dana tersendiri.
Selain itu sudah seharusnya, Institusi penyelenggara program kependidikan pun mulai berpikir, melihat carut marutnya arah pendidikan kita ini, sudah semestinya para bapak rektor universitas kependidikan dan para guru besarnya mengajukan keberatan terhadap program PPG semacam ini. Apa untungnya membuka jurusan kependidikan, jika pada akhirnya lulusan mereka tidak memiliki daya saing apapun dengan lulusan non kependidikan. Apa untungnya bagi kita yang masuk ke kampus kependidikan jika pada akhirnya sisa lahan pekerjaan yang diperuntukkan untuk kami pun harus kami perebutkan dengan mereka yang memiliki basic ilmu murni. Maka jika begini keadaannya, anak muda akan berfikir, lebih baik mereka memilih kampus-kampus negeri maupun swasta berkualitas yang mampu membekali mereka disiplin ilmu pasti, dan saat mereka ingin bekerja dalam lingkungan pendidikan, cukuplah mengikuti program PPG yang hanya satu-dua tahun yang dapat dimiliki. Hal ini bukan berarti kita yang berada di jalur kependidikan takut atau minder dengan persaingan non-kependidikan, akan tetapi jika begini kami yang sudah menempuh belajar bertahun-tahun serasa dilukai dan digampangkan, dipandang sebelah mata, dipertanyakan kredibilitas atau kualitasnya.
Berdasarkan uraian diatas, tentu program PPG ini dinilai merugikan bagi sarjana kependidikan. Seharusnya pemerintah dapat lebih jeli lagi dalam penganbilan keputusan ini, agar tidak ada berat sebelah kebijakan. Diharapkan pemerintah mau meninjau kembali UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 10 ayat (1) dan Permendikbud No. 87 tahun 2013 pasal 4 ayat (1) dengan mengubah ketentuan mendapatkan sertifikat pendidik melalui program strata satu sarjana kependidikan dan bukan program pendidikan profesi. Atuapun setidaknya mencari alternatif lain agar program pendidikan profesi ini tidak melukai para sarjana kependidikan.
Inilah dunia pendidikan di Indonesia. Banyak masalah yang begitu kompleks. Masalah terus datang silih berganti tanpa diiringi sikap tegas dan kedewasaan pemerintah yang dituntut dapat memberikan sistem pendidikan yang bermartabat, berkualitas, dan bertanggung jawab. Masalah dasar dan utama seperti pemerataan pendidikan beserta fasilitasnya di seluruh penjuru negeri belum dipenuhi dan masih terkesan setengah hati untuk memperjuangkan cita-cita luhur pendidikan yang merata demi mewujudkan kecerdasan bangsa. Ikut campurnya politik yang kotor, kepentingan segelintir individu, komersialisasi, penyalahgunaan wewenang, menyebabkan cita-cita pendidikan sulit diwujudkan di negeri ini. Ketika para penguasa hanya memikirkan dirinya sendiri, maka tergadailah impian para anak-anak diseluruh pelosok negeri untuk maju, untuk mendapatkan haknya mengenyang pendidikan yang baik, dan harapan untuk memajukan negerinya tercinta. Semoga pada pilpres tahun ini, terpilihlah pemimpin-pemimpin yang jujur, amanah, bertanggung jawab, tegas dan peduli khususnya pada dunia pendidikan. Merekalah ujung tombak pengambil keputusan yang mempunyai peran penting dalam upaya menyelamatkan putra-putri bangsa. Saya yakin negeri ini mampu, putra-putri negeri ini mampu untuk mengangkat harkat dan martabat bangsanya. Bangsa yang telah lama tertidur, lemah untuk kembali berjaya.

Sebagai calon tenaga pendidik dimasa yang akan datang, tentu kita mahasiswa kependidikan berharap yang terbaik bagi dunia pendidikan Indonesia. Pendidikan yang menyeluruh, merata ke seluruh penjuru negeri, pendidikan yang berkualitas dan mempunyai daya saing tinggi, pendidikan yang selaras dengan cita-cita pendidikan, yang menjunjung tinggi rasa persatuan dan kesatuan bagi tetap berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia.

0 komentar:

Posting Komentar